Wabah virus Zika sempat menyita perhatian kalangan dunia kesehatan pada awal Januari 2016 karena menyebar cepat di negara-negara Amerika Latin, khususnya Brazil dan Columbia. Bahkan virus ini diduga sudah menyebar hingga ke Eropa dan Asia. Bahkan WHO/ Organisasi Kesehatan Sedunia telah menetapkan wabah virus Zika di Amerika Latin sebagai darurat kesehatan internasional.
Menteri Kesehatan RI pun waktu itu meminta masyarakat Indonesia tidak perlu panik, tetapi harus tetap mewaspadai virus ini. Untuk ibu hamil dengan usia kandungan kurang dari 3 bulan patut lebih berhati-hati dan sebaiknya tidak bepergian ke negara yang sudah berstatus kejadian luar biasa. Sebab virus Zika bisa mengganggu perkembangan janin.
Sebenarnya apakah virus Zika? Dan bagaimana penularan dan penyebarannya?
Virus Zika merupakan Flavivirus kelompok Arbovirus, bagian dari virus RNA. Pertama kali ditemukan pada tahun 1948 pada monyet di hutan Zika, Uganda. Namun virus ini juga menyerang manusia sama seperti virus demam berdarah maupun virus cikungunya, yaitu melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti yang menjadi pembawa virus. Oleh karenanya, kita harus mewaspadai keberadaan zika ini mengingat nyamuk Aedes Aegypti banyak berkembang di wilayah tropis seperti Indonesia.
Gejala Penyakit Virus Zika
Seseorang yang terjangkit virus Zika akan merasakan gejala seperti infeksi virus pada umumnya, yakni demam mendadak, lemas tidak nafsu makan, nyeri otot dan sendi. Pada beberapa kasus dapat disertai kemerahan pada kulit di badan, punggung maupun kaki dan tangan.
Berbeda dengan infeksi virus dengue, pada infeksi Zika ini, mata pasien akan merah karena mengalami radang konjungtiva atau konjungtivitis. Pasien juga akan merasakan sakit kepala yang lebih berat dibanding infeksi virus umumnya.
Perbedaan juga terlihat dalam hasil pemeriksaan laboratorium. Infeksi virus Zika tidak menyebabkan penurunan kadar trombosit. Sedangkan infeksi demam berdarah ditandai dengan penurunan kadar trombosit sehingga beresiko terjadi pendarahan (sehingga dikenal sebagai demam berdarah). Hasil pemeriksaan laboratorium pasien infeksi Zika, biasanya hanya menunjukkan penurunan sel darah putih/lekosit, seperti umumnya infeksi virus.
Diagnosis pasti untuk membedakan virus Zika dari virus Dengue adalah uji laboratoris. Di Indonesia, ada dua lembaga yang memiliki laboratorium untuk mengujinya, yakni lembaga Eijkman dan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes. Dengan demikian, jika ada pasien diduga menderita Zika akan diambil sampel darahnya dan dikirim ke salah satu dari dua lembaga tersebut.
Peneliti di EDP (Eliminate Dengue Project) menyampaikan bahwa virus Zika tidak lebih mematikan daripada Virus demam berdarah. Sementara ini kematian akibat virus, yang masih endemis dan berbahaya di Indonesia masih diduduki oleh demam berdarah.
Masa inkubasi, masa mulai masuknya virus ke dalam tubuh sampai timbulnya gejala sakit, antara infeksi dengue dan Zika hampir sama yaitu beberapa hari sampai satu minggu saja. Melihat gejala yang mirip, maka seringkali adanya infeksi Zika ini tidak terdeteksi dengan baik.
Dengan istirahat dan banyak minum, biasanya pasien akan sembuh oleh karena infeksi virus pada umumnya akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang baik. Obat-obatan diberikan hanya bertujuan untuk mengatasi gejala yang timbul seperti obat penurun panas, obat gatal atau obat sakit kepala dan obat mata jika terdapat konjungtivitis.
Meskipun tidak mematikan seperti infeksi demam berdarah, namun infeksi Zika menimbulkan dampak cukup serius jika ibu hamil yang terinfeksi. Infeksi Zika pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan perkembangan janin dan terkait dengan kejadian mikrosefalus, yakni bayi lahir dengan kepala kecil abnormal dan otak tidak berkembang. Kondisi ini berdampak pada tumbuh kembang anak sehingga anakanak yang terlahir mikrosefalus akan mengalami keterlambatan perkembangan baik fisik maupun mental.
Informasi Terbaru Infeksi Virus Zika
Pada Rabu tanggal 3 Februari 2016, dilaporkan bahwa virus Zika dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Laporan tersebut berasal dari Texas. Penularan melalui hubungan seksual ini merupakan dimensi baru dalam penyebaran virus Zika dan tentunya akan mengubah cara pencegahan maupun pengobatan infeksi Zika.
Menanggapi laporan tersebut, juru bicara WHO menyatakan bahwa hingga saat ini, hampir 100% kasus infeksi virus Zika ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk memastikan cara penularan Zika selain melalui gigitan nyamuk.
Sumber dr S. Anggapratiwi. Mkes yang dikutip dari WBC
Waspadai Wabah Virus Zika – Lentera Sehat